pemerintah dan DPR memperlakukan angkutan massal yang digunakan ratusan ribu warga tiap harinya itu seperti anak tiri bahkan lebih radikal lagi sebagai musuh.
“Pemerintah dan DPR seperti membunuh pelan-pelan pelayanan KA Jabodetabek. Akibatnya, pelayanan kepada warga menjadi luar biasa parah. Sering terlambat, sering mogok, dan mengangkut manusia seperti ikan dendeng,” cetus pengamat kebijakan publik dan konsumen Agus Pambagio kepada Pos Kota, Selasa.
Dia menuturkan kondisi itu muncul karena kereta tersebut harus membeli listrik dengan tarif industri dan solar industri. Begitu juga sukucadang dibeli dengan harga pasar. Pada sisi lain, tarifnya begitu rendah dan subsidi dari pemerintah sangat kecil. Subsidi dalam kerangka passanger service obligation (PSO) merupakan hasil kesepakatan pemerintah dan DPR.
“Makanya saya sampaikan ke Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto, yang memang ditugaskan mengkoordinasi pembenahan lalu lintas di Jakarta, mendingan bunuh langsung aja tuh KA Jabodetabek,” ujar Agus.
Bila pelayanan KA Jabodetabek ingin diperbaiki, dia menyatakan seharusnya kasih subsidi sehingga tidak mengalami kerugian. “Subsidinya bisa dana langsung dari selisih tarif dan biaya, lalu pemberian fasilitas pembelian listrik dan solar subsidi, lalu pembangunan infrastrukturnya dari rel sampai gerbongnya dibikin modern,” tegasnya.
REVITALISASI
Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas Tigor Nainggolan. Dia mengatakan untuk perbaikan layanan, sejak jauh hari pihaknya telah mengusulkan adanya revitalisasi kereta api Jabodetabek.
Revitalisasi itu di antaranya dengan melibatkan Pemprov DKI untuk mengelola moda angkutan darat tersebut. “Kami telah usulkan ke Gubernur DKI, Fauzi Bowo. Dan beliau setuju untuk melakukan pengembangan terhadap angkutan massal ini,” ujar Azas.
Secara terpisah, Darmaningtyas, pakar transportasi, mengutarakan KA Jabodetabek dilanda minimnya ketersediaan armada, serta ketiadaan kepastian jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta di satu stasiun.
400.000 PENUMPANG
Humas PT Kereta Commuter Jabotabek (KCJ) mengutarakan setiap harinya ada 400.000 penumpang yang menggunakan jasa KRL Jabotabek dilayani 386 gerbong. “Jumlah penumpang itu berdasarkan data penjualan tiket. Kalau digabung dengan penumpang gelap ya bisa sekitar 500.000 orang setiap hari,” jelasnya.
Dari jumlah tersebut 60 persen penumpang dari Bogor, 15 persen Tangerang dan 25 persen Bekasi. “Satu rangkaian ada delapan gerbong mengangkut seribu duaratus penumpang sekali berangkat,” ujar Makmur.
Sedangkan dari 386 gerbong, hanya 100 gerbong untuk KRL ekonomi (non AC) dan umumnya di kereta tersebut banyak penumpang gelap dan kerap berada di atas kereta api dan tempat yang bukan peruntukan penumpang.
Keterbatasan armada dan volume angkut kereta menyebabkan sebagian penumpang memilih naik di atap gerbong atau lokomotif. Membahayakan memang tapi itulah cara yang mesti ditempuh agar cepat terangkut.
Untuk itulah, Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan pengadilan, kejaksaan, polisi dan PT Kereta Api Indonesia merazia penumpang duduk di atas gerbong, Selasa (10/5) pagi.
Razia yang dipusatkan di Stasiun KA Pasar Minggu ini berhasil menjaring 47 orang. Mereka yang terjaring umumnya berada di atas gerbong. Mereka langsung dipaksa turun untuk mengikuti sidang di tempat yang dilakukan di aula Stasiun KA Pasar Minggu dengan hakim tunggal dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim Singit Lesier menghukum denda masing-masing kepada penumpang tersebut sebesar Rp21 ribu. “Jika tidak sanggup bayar, harus jalani tahanan selama tiga hari,” katanya..